Berkali-kali Baekhyun mengetik pesan tapi berkali-kali juga ia menghapusnya.

Rasanya jadi canggung, ragu, dan aneh. Jika dipikir-pikir, seharusnya Chanyeol yang begitu bukan? Kenapa jadi dirinya?

Langkahnya mengayun mendekati Devlin yang sedang memainkan mobil mainannya.

“Dev, besok udah hari Jumat waktunya ketemu sama daddy, terus—” ucapannya berhenti saat melihat sorot mata anaknya yang langsung menoleh saat mendengar kata “Daddy” keluar.

Baekhyun bergerak gusar.

“Kenapa jadi serba salah gini sih?”

Devlin masih memandanginya menunggu jawaban.

“Terus apa, pa?”

Baekhyun bingung harus menjawab apa. Sejujurnya kejadian minggu kemarin masih membekas apalagi Chanyeol tidak memberi penjelasan apapun setelah itu.

Tentang Devlin, Baekhyun paham rasanya. Jika besok bertemu Chanyeol apakah Devlin mau atau tidak? Mengingat hari itu membuat Devlin menangis terus sampai demam.

“Besok Dev mau ketemu daddy?” Ucapnya lemah.

Devlin terdiam, mungkin ia sendiri juga bingung pikir Baekhyun.

“Kalau Dev gak mau gak apa-apa, nanti papa bilang sam—”

Mulut Baekhyun ditutup, Devlin menggelengkan kepalanya. “Dev mau ketemu daddy.”

“O-oh iya. Tapi Dev, Dev gak marah sama daddy?” Tanyanya memastikan.

“Marah kenapa? Daddy gak bikin salah.”

Hati Baekhyun merasa nyeri mendengar ucapan anaknya. Memang anak kecil itu masih polos, ia tidak akan mengerti dan mudah melupakan kejadian yang terkadang bagi orang dewasa saja masih merasa kesal dan marah.

“Dev sayang sama daddy, papa bilang ke daddy besok main disini aja. Dev mau tunjukin ini ke daddy!” Devlin berdiri meraih hasil karya buatannya yang berwarna hijau di meja.

Baekhyun mengangguk, hatinya kini merasa sedikit lega. “Sayangnya ke daddy aja? Papa gak di sayang?”

“Dev sayang papa sama daddy banyak-banyaakk..” Leher Baekhyun dipeluk oleh tangan kecil Dev disertai hujan ciuman manis di pipi.