Besoknya Calvin datang lagi ke rumah Fabio, kebetulan hari ini weekend jadi dia bisa leluasa pergi.
Kondisi Fabio masih sama, lelaki mungil itu masih keliatan takut kalau ada seseorang yang datang.
Seluruh tubuhnya dibungkus selimut, Fabio terlalu takut liat orang lain. Dia masih berpikir yang datang itu Nathan, yang mau nyakitin dirinya.
“Ini Calvin.” Calvin buka perlahan selimut yang nutupin wajah Fabio.
Dahi Fabio disentuh, suhunya gak setinggi kemarin, “sarapan dulu. Aku bawa ketoprak, mau?”
Tanpa alasan jelas pipi Calvin kerasa panas begitu nyebut dirinya sendiri 'aku', rasanya masih canggung karena kebiasaan pake 'gue'.
“Gak mau, ya?”
“Kalau gak mau makan aku pulang.” Titah Calvin sedikit ngasih ancaman supaya Fabio mau berbalik badan natap dirinya.
“Beneran gak mau? Yaudah aku pulang.”
“Ketopraknya aku simpen di atas meja.”
“Gak boleh,” tangan kirinya ditahan Fabio.
“aku takut sendirian di sini.”
“Tapi harus makan.”
“Gak lapar.”
“Yaudah aku pulang aja.”
“Aku bilang gak boleh!” Fabio bangkit dari tidurnya, dia segera nyingkirin selimut.
Calvin neguk ludah ngeliatnya, pasalnya Fabio cuma pake piyama dengan celana pendek, yang mana paha putih dengan beberapa bekas luka di sana ke ekspos tanpa Fabio sadarin.
“Kuatin iman lo, bego.”
“Bukan waktunya.”
“Tapi harus makan. Gak habis juga gak apa-apa, asal ada makanan yang masuk ke perut.”
“Makan sendiri atau disuapin?”
“Makan sendiri.” Piring beserta sendok yang dipegangnya diambil alih Fabio.
“Luna di mana?” Tanya Fabio di tengah makannya.
“Tadi aku cek dia masih tidur. Biarin aja jangan dibangunin, anaknya pasti masih ngantuk.”