Calvin diare.

Tiga harian ini ia tidak pergi kuliah. Masih kesal juga dendam pada Ken tapi cuma Ken teman dekatnya. Jadi bisa apa Calvin selain ngedumel tiap hari?

Ya salah dia sendiri sih. Mau-maunya sarapan seblak padahal bahan-bahan masakan di kamarnya lengkap.

Sekarang ia sedang di klinik seorang diri. Menunggu antrian yang masih lumayan lama.

Jari tangannya bergerak naik turun mengscroll apa saja yang ada di Twitter untuk menghilangkan rasa bosan.

“Nomor antrian 17 atas nama Calvin Alvaro.”

Setelah menunggu satu jam setengah akhirnya nama Calvin dipanggil. Ia berdiri dan segera memasuki ruangan dokter.

Di dalam yang bisa Calvin lakukannya hanya mengangguk-ngangguk paham mendengar penuturan dokter. Lalu pamit undur diri setelah diberi resep obat.

Motor vespanya ia nyalakan bersiap pergi pulang. Tidak lupa membayar parkir di gerbang masuk.

Ekor matanya melirik kanan kiri melihat kondisi jalanan. Tangan kanannya pun sudah mengambil ancang-ancang menarik gas.

“Daddy ternyata kau disini!”

Tubuhnya terlonjak kaget mendengar perkataan sok formal anak kecil yang ia hindari saat di warung ketoprak.

“DADDY YOUR HEAD!” Telunjuknya menoyor kening sang anak perempuan yang ingin memeluknya dari samping. Masih dengan posisinya yang menduduki jok motor.

“Ih..”

“Oh ini Daddynya Luna?” Wanita yang bersama Luna bertanya pada Calvin.

“Hah apa-apaan bu—”

“Iya ini Daddynya Luna.” Sela Luna sumringah. Ia langsung menaiki jok vespa dengan percaya diri, tidak mempedulikan wajah masam Calvin.

“Daddynya Luna, ya? Saya guru tk-nya Luna. Beruntung ketemu di sini, dari siang sekolahnya udah bubar dan tinggal Luna aja. Katanya nungguin Papanya jemput tapi ternyata Daddynya yang jemput.” Jelas wanita berpakaian rapih tersebut.

“Tapi saya—”

“Ibu guru makasih udah nemenin Luna. Sekarang Luna mau pulang dulu.”

Ucapan Calvin disela lagi oleh bocah laknat.

“Oh iya, hati-hati Luna. Ibu pergi, ya? Dah..”

Berakhir dengan mereka berdua di sisi jalan raya. Calvin masih cengo melihat tingkah ajaib Luna, sementara Luna tidak henti-hentinya menyerocos tentang kegiatan di sekolahnya hari ini.

“Pak? Mau saya sebrangin?”

Pak, katanya.

Calvin ingin sekali murka mendengar perkataan satpam.

“Iya, Pak Satpam. Tolong sebrangin, Daddy aku gak bisa nyebrangi sendiri.” Luna nyengir.

Dari spion ia bisa lihat sendiri wajah Calvin memerah tapi dirinya hanya tertawa renyah.