Chanyeol melangkah masuk Paviliun D dan segera mendekati suster yang berjaga di meja informasi.

“Sus, ini saya mau titipin.” Ia menyodorkan mainan dan dua buah jus yang baru saja dibeli tadi.

Dua suster yang di sana saling pandang dan Chanyeol tidak bodoh untuk menyadari apa maksudnya.

“Gimana?” Bisik suster berkacamata kepada temannya.

“Kasih tau aja?”

“Beneran kasih tau?”

“Ada apa?” Tanya Chanyeol.

“Mmh.. anu gini, Pak— emm..”

Dirasa terlalu lama suster lain mengambil alih. “Gini, Pak. Sebelumnya kami mohon maaf, makanan dan mainan yang Pak Chanyeol titip ke kami dari seminggu yang lalu gak pernah diambil.”

Chanyeol bergeming.

“Kak Baekhyun minta kami buat bagiin semuanya ke pasien anak yang ada di Paviliun D.” Mereka berdua menunduk, merasa bersalah dan tidak terlalu berani memandang wajah Chanyeol.

“Jadi begitu, Pak. Mohon maaf sekali lagi.”

Tangannya meremas kuat kantong plastik bawaannya. Merasa marah juga kecewa atas tindakan Baekhyun.

Ia memberi semuanya secara cuma-cuma untuk Devlin bukan untuk dibagikan kepada orang lain.

Ia ingin Devlin merasa senang Daddynya selalu memberi hal yang dia suka dan secara tidak langsung ia ingin rindunya Devlin kepadanya sedikit terobati.

Jadi selama seminggu ini Chanyeol hanya berkhayal tentang bagaimana bahagianya Devlin jika tahu Daddynya selalu memberikan perhatian meski tidak secara langsung.

Dan artinya selama seminggu ini pula Devlin tidak pernah tahu akan kehadirannya.

“Oh gitu. Makasih, Sus. Maaf saya ngerepotin.” Senyumnya ia paksakan dan kembali mengambil bawaannya.

Ia memandang miris pintu bernomor 132. Berharap ada Baekhyun yang keluar dari balik pintu itu.

“Kalau gak mau terima kenapa gak bilang langsung?”

“Udah saya gak diizinin buat ketemu Devlin sekarang saya ngasih pun gak diterima.”

“Segitu bencinya sama saya?”

Tubuh Chanyeol sedikit terdorong ke depan namun tidak sampai jatuh. Ia berbalik mencari tahu anak kecil yang mengaduh kesakitan di belakangnya.

“Maaf. Aku gak sengaja.”

“Tadi dikejar suster buat disuntik. Aku takut..” anak perempuan berkuncir satu berlindung di belakang tubuhnya.

“Hey sini, mau sembuh kan? Ayo disuntik dulu sebentar, ya?” Suster datang dari kejauhan.

Chanyeol merendahkan tubuhnya, mencoba membujuk anak perempuan itu agar mau disuntik.

Sempat heran kemana orang tuanya sampai anaknya bisa kabur begini. Chanyeol kewalahan karena anak tersebut jadi menangis keras sehingga banyak menyita perhatian orang.

Suster dengan suntikan kecil di tangan kanannya hanya memutar bola matanya malas.

Akhirnya setelah ± 10 menit Chanyeol berhasil membujuknya dengan diiming-imingi mainan dan jus yang ia bawa tadi untuk Devlin.

“Makasih om uncle. Daahh..” anak perempuan itu melambaikan tangannya dan suster membawanya pergi.

Chanyeol mendudukan diri di kursi. Pikirannya melanglang buana tentang ucapan suster tadi.

Ia tahu. Sangat tahu. Kesalahannya selama ini tidak bisa dimaafkan dengan mudah tapi Chanyeol masih merasa gengsi untuk meminta maaf dan mengakui kesalahannya.

“Mungkin Daddy harus cari cara lain supaya bisa ketemu sama bikin Dev seneng.”

“Tunggu, ya. Devlin harus tunggu Daddy. Anak Daddy juga harus cepet sembuh.” Ia mengusap layar handphonenya yang menunjukkan foto Devlin saat terakhir kali mengajak anaknya itu pergi bermain.

“Pasti Dev sembuh, iya kan Baek?”

“Pasti sembuh. Dev cuma sakit biasa.” Ucapnya meyakinkan diri.

Kemudian lamunannya dibuyarkan dengan pesan beruntun yang tiba-tiba datang. Ia menatap jam dan baru saja ingat bahwa akan ada meeting hari ini.

Di sisi lain, Baekhyun yang sedaritadi sudah keluar dari ruangan dokter terdiam memperhatikan Chanyeol dari kejauhan.

Sengaja ia lakukan itu karena tidak ingin Chanyeol melihatnya dan berakhir memohon-mohon ingin bertemu Devlin.

Setelah Chanyeol pergi Baekhyun langsung berlari memasuki kamar rawat Devlin.