Berita buruk.
Tumornya membesar dan dikhawatirkan akar-akarnya menyebarluas ke setiap jaringan otak. Hal itulah yang membuat Devlin sering mengalami pusing hebat dan mengerang kesakitan, seperti sekarang contohnya.
“Dev kangen Daddy.”
“Papa.. hiks Dev mau ketemu Daddy.”
“Kepala Dev pusing.. hiks— sakit, Dev mau ketemu Dad—ddy hiks.”
Devlin menangis keras, kedua tangannya menarik-narik rambutnya sendiri sampai banyak sekali rontokan rambut di atas bantal, kasur, dan selimut.
“Sayang tangannya lepas, ya? Dilepas yaa..” Baekhyun mencoba melepaskan cengkraman Devlin pada rambutnya.
Nihil, cengkramannya terlalu kuat. Sekali terlepas pasti langsung dicengkram lagi.
“Dev kalau gini tambah pusing sama sakit. Nurut sama Papa, dilepas ya sayang.”
“Pusing.. sakit..”
“Papa ajak Daddy main sama Dev ke sini.” Meski kesakitan Devlin tidak pernah lupa mengucapkan kata “Daddy”.
Sebegitu inginnya Devlin bertemu Daddy-nya?
Apa harus Baekhyun membawa Chanyeol ke sini?
“Pusing.. hiks, sakit.. Gak kuat.” Baekhyun semakin panik, ia langsung memencet tombol darurat yang ada di dinding.
Suster memegangi tangan kecilnya agar tidak banyak bergerak, sementara Dokter Kim menyuntikkan obat peredang nyeri.
“Usahain Devlinnya dibikin tenang supaya nanti waktu operasi gak ada masalah di tekanan darahnya.” Setelahnya mereka berdua pamit undur diri.
Syukurnya Devlin menjadi sedikit tenang meski masih menangis kecil.
Ia merapikan rambut anaknya yang berantakan. Sesekali tersenyum getir melihat rambut Devlin yang semakin tipis setiap harinya, bahkan di beberapa bagian ada yang botak.
Untungnya perkerjaanya minggu ini tidak padat dan model lain ada. Sehingga hari ini ia bisa fokus pada operasi Devlin yang dijadwalkan pukul 5 sore.
“Mau ketemu Daddy..”
Masih saja.
“Daddy suruh ke sini, Pa.”
“Dev gak takut lagi sekarang,”
“tapi bilang sama Daddy jangan marah-marah kayak waktu itu.”
Tentang permintaannya.. Baekhyun akan memikirkannya lagi nanti.