Devlin kejang.
Dokter beserta suster segera datang memeriksa tubuh kecil tersebut.
Lampu peringatan yang biasa terpasang di setiap ruang rawat inap menyala menunjukan warna merah, tanda keadaan sedang genting.
Baekhyun menangis dipelukan Luhan sementara Kai mengawasi dokter yang sedang melakukan tugasnya melalui pintu yang terdapat celah kaca transparan.
“Maaf gue telat.” Sehun datang dengan nafas yang tak beraturan.
“Dev pasti sembuh kan, Lu? Dia gak kenapa-kenapa kan?”
“Padahal tadi dia baik-baik aja. Kenapa bisa kejang?”
Semua orang di sana menunduk diam, tidak tahu harus menjawab apa pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut Baekhyun.
Baekhyun berdiri mendekati pintu untuk mengintip kondisi anaknya sekarang.
“Anak Papa kuat, ya. Kemarin kita udah berdoa sama Tuhan. Dev harus kuat.”
“B tenang.” Luhan menepuk pundak sempitnya.
Pintu terbuka menunjukkan para suster yang silih berganti memasuki kamar.
30 menit kemudian dokter keluar dan meminta Baekhyun mengikutinya ke ruangan dokter.
“Saya menyarankan Devlin untuk dirawat di sini supaya kita lebih mudah mengontrolnya jika terjadi apa-apa seperti tadi,”
“Dan saya sudah meminta suster membawa Devlin ke ruangan lain untuk melakukan pengecekan tumornya lagi. Seperti biasa hasil labnya minggu depan tapi saya usahakan secepatnya,” Dokter Kim tampak berpikir keras sebelum melanjutkan kalimatnya.
Sang Dokter menarik nafas dalam-dalam, “jika hasilnya buruk terpaksa harus dioperasi dan kembali melanjutkan kemoterapi.”
Pikiran Baekhyun kosong.
Menangis pun rasanya percuma, air matanya sudah habis. Kini yang bisa ia lakukan hanya mengangguk pasrah.