Fabio nangis histeris.

Kondisinya sama kayak kemarin malem. Kali ini, dia ngeringkuk di atas kasur dengan seluruh tubuh yang ditutup selimut.

“Jangan lagi.”

“Aku gak mau dipukul.”

Begitu terus kalimat yang Fabio ucapin, Calvin jadi bingung sendiri harus gimana.

Emang sih ini salah Calvin yang masuk kamar tanpa ketuk pintunya dulu, dan langsung nepuk pundak Fabio yang lagi tidur. Fabio pasti kaget apalagi dia masih trauma.

“Ini Calvin, gak ada yang mau nyakitin kamu.” Calvin buka perlahan selimutnya.

“Maaf tadi tiba-tiba bangunin kamu.”

“Gak ada Nathan di sini, cuma aku sama Luna yang lagi main sendiri di ruang tengah.”

Calvin bantu Fabio buat duduk sekalian nyodorin ketoprak yang udah Calvin sajiin di piring.

“Mau makan sendiri atau disuapin?”

“Makan sendiri.” Kata Fabio lemah.

Setelahnya mereka makan ketoprak dalan keheningan, selesai makan Calvin izin ke dapur buat bersihin piring-piringnya, lalu kembali ke kamar Fabio.

Calvin ngehela nafas panjang, perasaannya makin campur aduk liat Fabio yang kayak gini.

Fabio nangis lagi tanpa sepengetahuannya, punggungnya bergetar, ditambah suara tangisannya yang parau.

Sebenernya ada satu cara yang dari kemarin selalu Fabio pikirin, tapi dia gak yakin apa Fabio mau?

Fabio susah banget dibujuk.

“Aku gak gila!”

“Aku baik-baik aja, Calvin gak usah bawa aku ke dokter.”

Ini yang Calvin takutin padahal dia udah sebisa mungkin pake kata-kata yang baik supaya gak menyinggung Fabio.

“Gak ada yang bilang kamu gila.”

“Terus kenapa Calvin mau bawa aku ke sana?” Tanyanya diiringi suara serak.

“Aku gak gila Calviinn.. aku gak gila.” Emosinya makin gak kekontrol, Fabio nangis histeris lagi.

“Siapa sih yang bilang gila? Gak ada! Salah emang kalau aku pengen liat kamu sembuh? Sembuh di sini artiannya trauma kamu hilang, bukan sembuh dari gila.”

“Aku orang yang ngeliat kamu kayak gini aja cape banget rasanya, kerasa sakit ngeliatnya. Emang Fabio gak cape? Gak sakit? Tiap hari selalu dibayang-bayangin hal buruk dari masa lalu.”

“Dan tolong buang jauh-jauh stigma psikolog tempat buat orang gila. Psikolog itu tempat buat hilangin rasa sakit di batin kamu yang ngebuat kamu trauma.”

“Mau, ya? Demi kamu sendiri. Kasian Luna kalau papamya kayak gini terus, Luna sedih liat papanya nangis dan nyakitin dirinya sendiri terus.”

“Dulu aku pernah bilang. Ada aku, ada Luna, ada Ken, dan ada ibu kamu yang bakal support, Fabio gak boleh selalu ngerasa sendirian.”

Calvin beraniin dirinya buat sedikit demi sedikit ngejangkau tangan Fabio.

“Tuhan udah ngasih dua tangan yang sempurna tanpa celah, tolong jangan dibuat luka lagi. Nurut sama aku, hm? Kita laluin ini sama-sama.”

“Gak cuma kamu yang sakit tapi orang terdekat kamu juga ikutan sakit liat kondisi Fabio sekarang. Mau, ya? Kita sembuhin sebelum trauma itu semakin ngerusak kamu tubuh dan jiwa kamu.”

“Mau ya, Fabio?”

Tatap mereka bertemu. Keduanya terdiam, Fabio terus memandang iris mata Calvin yang berbinar, berkebalikan dengan matanya yang sayu dan sendu.

Benaknya dipenuhi perasaan ragu, apa bisa Fabio percayai Calvin?

Fabio takut berharap terlalu tinggi dan akhirnya ditinggal.

“Calvin gak akan ke mana-mana?”

“Gak akan. Aku di sini sama kamu.”

“Gak akan hindarin aku lagi?”

“Aku gak pernah ngehindarin kamu.”

“Kemarin apa? Calvin jijik sama aku makanya ngehindar.”

“Aku gak jijik. Aku beneran sibuk, maaf.”

Satu kebohongan demi kebaikan bukan masalah, kan? Gak mungkin Calvin jujur kalau dirinya ngerasa bersalah udah jadiin Fabio sebagai fantasi seksnya.

“Luna gak diajak lagi.” Luna datang sambil gendong boneka beruangnya.

“Papa jangan nangis terus. Ada Luna sama daddy bong-bong di sini.” Kata Luna yang nunduk takut liat papanya.

Tangan kecilnya ikut-ikutan ngusap punggung tangan Fabio, sama seperti yang Calvin lagi lakuin sekarang.

“Luna gak mau liat papa sedih lagi.”

“Papa jangan sakit huwee.. Luna gak ada temen main kalau papa sakit, jangan sakit lagi..” kedua tangannya direntangin, Luna tarik Fabio dan Calvin ketengah-tengah, dengan air mata yang berjatuhan.

“Peluk Luna..”

Calvin ikut senyum begitu liat Fabio yang tersenyum tipis.