“Halo, Kak Joo..”
“Baekhyun.”
”...”
Selama 5 detik panggilan berlangsung hanya terdengar deru nafas tidak beraturan di sana.
Hatinya bergemuruh hebat.
Baekhyun tahu pemilik suara berat tersebut.
Park Chanyeol.
Seseorang yang banyak menoreh luka di hidupnya sampai ia memiliki trauma.
Ponselnya ia lempar keras ke lantai sampai Kyungsoo juga Kai yang berada di luar terkejut dan langsung memasuki kamar rawat.
Kyungsoo segera membawa tubuh Devlin ke pelukannya, melindungi Devlin dari Baekhyun yang sedang dalam mode histerisnya.
“Papa..”
“Soo pegang Devlin kuat-kuat.” Perintah Kai.
Baekhyun berteriak histeris. Semua benda di sekitar menjadi sasarannya karena sang anak tidak bisa ia raih.
“Papa..” tangisan Devlin menguar menyebut Papanya.
“Papa kenapa hiks..”
“Sssttt... Sayang gak apa-apa. Papa Baekhyun baik-baik aja.” Kyungsoo menutupi kedua telinga Devlin.
“Dev tutup mata sama telinga, ya.” Ucapnya sembari berbisik.
“Tolong!”
“Lepasin!”
“Enggak! Jangan. Jangan!”
“Devlin, Papa di sini!”
“Lepasin jangan ambil Devlin.”
“Tolong jangan ambil Devlin!”
“Tolong!”
“Enggak! Gak mau. Gak mau.”
“Lepasin, sakittttt!”
“Dev anak Papa!!”
“Anak Papa..”
“Pijit tombol darurat, cepet!” Sentak Kai sedikit berteriak sebab Kai mulai kewalahan menahan tubuh Baekhhun yang berusaha keras melepaskan diri.
“Lepasin, tolong lepasin!” Pergelangan tangannya memerah akibat dari perlawanannya sendiri.
Pikirannya kacau.
Bayangan-bayangan menakutkan beberapa bulan lalu memenuhi otaknya.
“Jangan sakitin Dev!”
“Jangan tembak lagi. Jangan!”
Dokter beserta dua orang suster datang membawa peralatan medisnya.
Tubuh Baekhyun terkunci dengan keadaanya yang masih menangis. Tenaganya sudah habis terbuang sehingga tidak bisa menepis cengkraman kuat di lengan bagian kanannya.
“Papa!”
“Papa lagi diobatin dokter sayang. Dev jangan nangis.”
“Anak baik, jagoan Papa gak boleh nangis.” Ibu jari Kyungsoo menyeka pelan air mata yang berjatuhan di kedua sudut mata Devlin.
“Takut.”
“Papa lagi kaget tadi. Tuh Papa sekarang tidur. Dev juga tidur, yuk?”
“Iya.”