“Ini Papa?”

“Iya ini Papa, Dev..”

“Ini Daddy?”

Baekhyun melirik Joo Hyuk sebentar lalu mengangguk ragu.

“Iya ini Daddy.”

“Kemarin Dev minta bawain Iron Man. Ini Iron Man-nya.. janji ya harus cepet sembuh, hm?” Robot Iron Man yang masih terbungkus kemasan Joo Hyuk buka perlahan.

“Dev gak minta.”

“Hm?”

“Gak minta mainan.”

“Iya, Dev gak minta.. ini ngasih kok.” Joo Hyuk menanggapi ucapannya dengan lembut dan tidak memaksakan Devlin untuk mengingatnya.

“Dev suka gak sayang?”

“Mainannya bagus jadi Dev suka. Makasih Daddy!” Iron Man-nya dipeluk erat.

Baekhyun mundur membiarkan Joo Hyuk bermain dengan Devlin. Ia menghembuskan nafasnya kasar sembari memperhatikan anaknya yang tertawa memainkan robot dengan gerakan menyerang.

“Iron Man kuat. Dor! Dor!”

“Jangan nyerang Dev.”

“Ninu! Ninu! Ninu! Mobil pemadam kebakaran datemg bantuin..”

“Iron Man-nya cape katanya, Daddy jangan nyerang dulu. Kasian.”

Bayangan Chanyeol dan masa lalu menghantui pikirannyaa.

Baekhyun selalu merasa tidak aman tiap kali mendengar sesuatu yang berhubungan dengan Chanyeol.

Jantung berdebar kencang, keringat dingin bermunculan di dahi juga pelipisnya, tidak peduli meski sudah diseka tisu pasti selalu kembali muncul.

Kenapa dari sekian banyak mainan harus Iron Man terus yang Dev katakan? Bukankah ingatan anaknya itu terganggu tapi kenapa tidak bisa melupakan Iron Man?

“Hhh.”

“Kenapa, Baek?” Hembusan nafas Baekhyun yang lumayan keras membuat Joo Hyuk mendekatkan diri.

Matanya meneliti setiap gerak-gerik Baekhyun.

“Udah minum obat?”

Baekhyun menggeleng.

Pantas.

“Air minus abis? Saya beli dulu ke luar. Tunggu sebentar.”


“Eh mau ke mana?” Kyungsoo mencegat Joo Hyuk yang baru saja keluar dari kamar rawat.

“Oh ini mau beli air minum, udah abis.”

“Kambuh lagi?”

“Kayaknya iya, dia keliatan gak tenang daritadi.”

“Kai! Bangun deh jangan tidur terus, Baekhyun kambuh.” Dengan sekuat tenaga Kyungsoo menggeplak mulut Kai yang terbuka lebar, kebiasaannya saat sedang tidur.

Kai terlonjak dan buru-buru merapikan rambut serta mengusap wajahnya.

Sedangkan Joo Hyuk meringis, sedikit merasa kasihan melihat Kyungsoo membangunkan Kai dengan cara seperti itu.

Sedang enak tidur diganggu, pasti itu menyebalkan.

“Huh? Mana? Di mana? Di mana hantunya?”

Lah.

“Ngaco! Beliin air minum sana gih!”

“Eh gak apa-apa, biar saya aja. Lagian Baekhyun cuma keringet dingin gitu dia gak histeris atau semacamnya.”

“Beneran?” Kyungsoo tidak yakin sebab ia tidak bisa melihat Baekhyun dengan jelas dari luar.

Sekarang Baekhyun selalu melarang siapapun untuk masuk terkecuali Joo Hyuk. Aneh.

Syukurnya Baekhyun dikelilingi orang-orang yang baik. Semua temannya mengerti dan tidak akan memaksa jika belum mendapat izin dari Baekhyun.

Kepindahan Devlin ke Singapore pun bukan tanpa alasan. Setelah sadar dari operasi pengangkatan peluru di bahunya, Baekhyun langsung menangis histeris.

Dokter bilang Baekhyun mengalami trauma berat, selain itu banyak masalah yang terjadi sehingga membuat pikiran dan kesehatan mentalnya tidak stabil.

Menurut Kai, semua ini gara-gara si tolol Park Chanyeol.

Jadi, Kai mengusulkan membawa pergi Baekhyun dan Devlin menjauhi semua hal yang bisa membuat kondisi keduanya semakin buruk.

Juga rumah sakit di Singapore lebih lengkap dan kualitasnya terjamin bagus untuk pengobatan tumor.

“Iya. Tenang aja saya jagain.”

“O-oke, nanti sore temenin gue anter Baekhyun terapi. Jaga-jaga takutnya Baekhyun histeris.”

“Iya. Saya beli dulu air minum. Permisi.”

Kyungsoo memandang kepergian Joo Hyuk lalu melihat Kai yang tanpa sadar sudah kembali jatuh tertidur.

“Sok-sokan bilang mau jaga Baekhyun tapi kenyataan tidur mulu.” Protesnya.

Kemudian dirinya berjinjit mengecek Baekhyun tetapi yang terlihat hanya Devlin yang sedang sibuk memainkan mainannya.

Dalam hati ia bertanya-tanya apa yang membuat Baekhyun seperti ini. Padahal tidak ada keberadaan Chanyeol di sini.