“Pa, Daddynya yang ini, ya?”

Yang dipangil Papa hanya bisa tepuk jidat melihat tingkah laku anak perempuannya. Belum lagi ia harus menerima tatapan aneh dari setiap pengunjung.

“Ahahaha..” ia tertawa hambar bermaksud mencairkan suasana yang mendadak hening ketika anaknya berteriak.

“Daddynya yang ini. Gak mau yang itu.” Kedua tangan kecilnya dilipat sebatas dada.

“Lunaa..”

“Apa Papa..”

“Makan dulu, yuk? Abisin. Nanti Papa yang bilang.” Ia menggendongnya lalu mendudukkan sang anak di bangku.

Kemudian ia melirik seseorang. Ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan di sana, ia tahu itu.

“Papa Fa Bi O nanti Daddynya keburu pergi.” Bisik Luna di telinganya pelan.

Fabio membalikkan badan dan berjalan menuju lelaki muda yang barusan Luna tunjuk sebagai Daddynya.

Lelaki tadi nampak sibuk makan. Fabio dengan ragu menepuk pundak kokoh tersebut.

“Pak? Maaf tadi anakku gak sopan. Maaf sekali lagi.”

“Oh? Iya tenang aja.” Fabio tersenyum canggung, kelihatannya lelaki itu sama sekali tidak memperdulikan kejadian tadi.

Syukurlah.

“Gimana, Pa? Mau jadi Daddynya Luna gak?”

Astaga. Fabio baru saja duduk sudah ditanyai dengan pertanyaan seperti itu.