“Sejauh ini saya liat dari gejalanya cuma demam biasa dan penyebabnya muntahnya besar kemungkinan karena dia mual. Untuk obat-obatannya bisa diambil di kasir. Cepet sembuh Devlin.”

“Baik dok, terimakasih banyak.”

Devlin jatuh tertidur di bahunya, satu tangannya menahan kepala Devlin agar tidak terantuk ke samping dan ke belakang.

Baekhyun berjalan dengan hati-hati menuju haltes bus.

Dirinya sedikit kesusahan menggedong Devlin mengingat berat dan tubuhnya yang tidak lagi kecil meski usianya baru menginjak 4 tahun.

“Papa.. pusing.” Ucap Devlin lemah

Baekhyun mengecup puncak kepala Devlin seraya mengusap-ngusap punggung anaknya, “sabar ya sayang, bentar lagi Dev bisa tidur enak di kasur. Sekarang nunggu busnya dateng dulu.”

“Masih lama, Pa?”

“Sebentar lagi. Dev tidur aja biar gak kerasa pusingnya.”

Tangan kecilnya ia genggam.

Masih terlihat bengkak karena jarum infus tadi. Ia kecupi berulang kali berharap bengkaknya segera hilang.

“Kalau bisa minta sama Tuhan lebih baik Papa aja yang sakit.”

“Cepet sembuh anak Papa, jangan sakit lagi.”

Sejujurnya Baekhyun ingin sekali menangis dan mengadu tapi pada siapa? Teman-temannya? Tidak, dia tidak ingin membebankannya kepada orang lain.

Cuaca berubah mendung dan angin berhembus kencang. Baekhyun mengeratkan dekapannya, berusaha menjadi tameng yang kuat agar Devlin tidak kedinginan.

“Dev cuma punya Papa..”

“Kita berdua aja.”