Terakhir kalinya.
Hani tersenyum sinis. Chanyeol salah jika berpikiran Hani akan menurut.
Tapi jika dipikir-pikir mungkin benar, ini yang terakhir kalinya.
Terakhir kali Hani membalaskan dendamnya pada Baekhyun karena nanti lelaki itu hanya tinggal nama.
Sebut saja dirinya gila.
Hani menyadari itu. Tidak apa-apa menjadi gila asalkan itu bisa mendapatkan kebahagiaannya kembali, hidup bersama Park Chanyeol.
Tanpa ada Byun Baekhyun dan Devlin di dunia ini.
Setelah memastikan efek samping obat tidur itu bekerja ia langsung pergi menemui Baekhyun di club kemarin.
Beruntung waktu itu Kris datang ke kantor polisi dan bisa menebus uang jaminan agar ia tidak ditahan.
Jika saja beberapa jam yang lalu Chanyeol tidak menelepon seseorang dan membawa-bawa nama Baekhyun mungkin rencananya lain lagi.
Matanya menatap lekat lelaki berperawakan mungil namun masih lebih tinggi darinya yang memakai masker juga topi.
Berjalan menyusuri setiap sudut club untuk mengambil sisa botol alkohol, kemasan rokok yang kosong, dan lain sebagainya.
Sesekali lelaki itu berjongok untuk mengepel lantai menggunakan pel kain, lalu bangkit membersihkan kotoran-kotoran kecil dengan sapu.
Selesai menjalankan tugasnya ia terduduk di sudut. Aktivitasnya sekarang hanya fokus pada ponsel yang dipegang.
“Ck. Lama.” Ucap Hani malas.
“Model apa yang kerja sampingannya tukang sampah.”
“Caper.”
“Cocoknya nge-BO.”
15 menit kemudian lelaki yang bername tag Baekhyun berdiri dan akan mulai membuang sampah yang tadi ia kumpulkan.
Hani cepat-cepat keluar menuju pintu belakang club. Baekhyun terlihat masih santai, itu artinya ia belum menyadari ada Hani.
Baekhyun memasukkan sampah ke dalam beberapa tempat berdasarkan kategori sampah.
“Mati. Mati.” Hani berucap gemas.
Dor!
Peluru menusuk bahu kanan Baekhyun sampai tubuhnya terjatuh.
Baekhyun meringis kesakitan sembari memegang bahunya sendiri. Darah segar memenuhi telapak tangan dan baju putihnya.
“Ha—hani?”
Baekhyun terkejut bukan main. Tidak percaya Hani akan melakukan ini. Ia mencoba bangkit untuk berlari menjauhi Hani yang mulai mendekati dirinya.
Langkahnya linglung. Sakit di bahunya semakin terasa tapi Baekhyun harus berusaha menyelamatkan dirinya karena saat ini Hani kembali menodongkan pistol ke arahnya.
“Mati.”
“Jangan pernah berpikir bisa rebut Chanyeol.”
“Lo cuma sampah yang gak berguna.”
“Cuma bagian dari masa lalu yang gak pantes bahagia.”
Pelatuk pistol Hani tekan.
Dor!
“Arrgghh..”
Yang ditembak mengerang kesakitan, dirinya berusaha bangkit namun kembali terjatuh. Alhasilnya hanya bisa berjalan merangkak.
Pupil mata Hani melebar dengan yang barusan dilihat.
Jika tadi peluru menusuk bahu sekarang peluru menusuk bahkan sampai menembus tepat di punggung.
“Baekhh— lari!”
“Ce—cepet pergi!!”
Di sisa-sisa kekuatannya Chanyeol berteriak menyuruh Baekhyun untuk pergi menjauh.
Beruntung dirinya datang tepat waktu. Jadi Baekhyun tidak tertembak lagi.
Namun Baekhyun bergeming. Mungkin syok melihat dirinya tertembak oleh Hani di depan matanya langsung.
Sungguh. Kalau saja dirinya bisa berdiri pasti ia akan langsung membawa pergi Baekhyun.
“Sekali ini. Tolong nurut sama saya. Pergi sekarang, Baekh—” Chanyeol muntah darah sebelum menyelesaikan kalimatnya.
Keduanya saling menatap.
Mulai saat ini Chanyeol menjadi sangat benci.
Benci melihat mata puppy itu menangis.
Entah apa yang Baekhyun tangisi.
Jika itu tentang dirinya.. sebaiknya jangan.
“Arghh..” Chanyeol berteriak kesakitan.
Ia tidak tahan lagi. Sakitnya menjalar keseluruh tubuh padahal hanya tertembak di punggung.
Baekhyun masih bergeming menatap dirinya. Sementara Hani datang mengangkat kepala Chanyeol di atas pahanya.
“Chanyeol maaf. Maaf. Aku gak sengaja. Aku.. aku cuma mau nembak Baekhyun bukan kamu.”
“Maaf sayang. Chanyeol maaf. Chanyeol!”
“Chan tolong tetep sadar. Aku aku cari bantuan sekarang.”
“Chanyeol tahan sebentar.”
Tapi Chanyeol tak mendengarkan Hani. Ia setia melihat Baekhyun yang juga tengah kesakitan.
Darah kembali dimuntahkan.
Terlalu sakit. Ia tidak bisa menahannya lagi.
“Baekhyun pergi.” Katanya lemah.
Pandangannya memburam. Wajah cantik Baekhyun yang menangis tidak dapat terlihat jelas. Chanyeol mengedipkan matanya berkali-kali berusaha tetap menjaga kesadarannya.
“Maaf. Maaf da—dateng terlambat.”
Meski buram yang terpenting Chanyeol masih bisa melihat refleksi Baekhyun.
Tubuh rapuh Baekhyun jatuh bersamaan dengan pandangannya yang perlahan menggelap.
Detik itu juga Chanyeol tidak tahu harus apa.
Dipikirannya hanya ada Baekhyun dan Devlin.
“Maaf.”
Rasa sakit yang diderita mengambil alih kesadarannya.