Ting!
Bunyi lonceng tadi langsung mengambil alih atensinya. Mata Fabio sedikit melebar begitu liat Calvin masuk ke toko ini lagi.
Matanya ia bawa ke segala arah, mencari sosok lain yang waktu itu datang bersama Calvin.
Fabio bersiap, dia mulai buka suara sehalus mungkin untuk menyambut pembeli, “selamat datang di Cakeology, ada yang bisa kami bantu?”
“Saya mau pesen korean cake.”
“Kalau boleh tau untuk kapan?” Fabio harus bersikap profesional kali ini.
“Besok siang jam 10 pagi.”
Sang waitress itu mengangguk, tubuhnya ngebungkuk buat ngambil sesuatu sejenis buku di laca bawah.
“I-ini contoh macam-macam bentuk kuenya. Bisa diliat mau pesan yang mana.”
Mata Fabio terus turun ke bawah, satu kakinya diketuk-ketuk pelan ke lantai, berusaha hilangin rasa gugupnya.
“Yang ini.” Telunjuk Calvin diarahkan pada kue berwarna putih dengan sedikit sentuhan campuran warna pastel di bagian sisi dan tengah kue.
Fabio langsung menulis request dari Calvin di selembar kertas, “untuk tulisan dan hiasannya mau model yang mana?”
“Hiasannya kasih bunga-bunga kecil di semua sisi, terus tambahin sejenis bentuk daun.”
“Tulisannya?”
“Our 1st Anniversary.”
Fabio cengkram kuat pulpen ditangannya setelah dengar ucapan Calvin.
“Ada lagi yang mau ditambah? Untuk warna tulisannya dan fontnya, mungkin?”
“Calvin dan Calya, warna tulisannya putih terus ditimpa pake warna biru, jenis fontnya huruf sambung.”
Jarinya bergerak di atas kertas, menulis dengan baik dan hati-hati apa yang Calvin mau.
Selesai dengan pesanannya Calvin langsung membalikkan tubuh, berjalan santai ke arah pintu keluar.
Sebegitu gak sukanya, kah?
Fabio tatap si pemilik tubuh tinggi. Bibirnya kelu, pengen banget nyapa, ngobrol, atau setidaknya ngasih senyuman ke Calvin.
Maunya Calvin masih ada di sini.
Maunya Calvin gak buru-buru pergi kayak tadi.
Fabio pengen kejar Calvin. Demi Tuhan, Fabio pengen banget nahan Calvin tapi kakinya berat seolah ada sesuatu yang menahannya.
Wangi parfum yang Calvin pakai masih tertinggal di sini. Wanginya masih sama dan itu bikin Fabio tambah kangen.
Harapannya Calvin mau sedikit menoleh ke belakang, lalu kembali jalan masuk ke dalem toko.
Sayang itu cuma harapan, harapannya gak akan terjadi.
Emangnya dia pikir dia siapa?
Calvin mana mau lihat ke arah dirinya. Semuanya udah kecetak jelas, bahkan di mata Calvin sendiri.
Calya dunianya sekarang.
Calya sumber kebahagiaan Calvin.
Cuma Calya yang bisa bikin Calvin gak berpaling ke arah lain.
Dan Fabio gak akan dapat tatapan hangat penuh kasih sayang dari seorang Calvin.
Tubuh tinggi Calvin hilang sewaktu dia belok kiri menuju parkiran belakang.
Fabio menarik napasnya kuat-kuat, kepalanya mendongak ke langit-langit, dia gak mau air matanya turun cuma karena kepikiran sikap Calvin yang menganggap mereka berdua gak pernah saling kenal.
Aku tuh, ya.. selalu ngerasa insecure sama author lain yang selalu kasih banyak updatean tiap harinya ㅠㅠ
Mau update banyak tapi takut nanti malah nyesel karena keburu-buru terus bikin alurnya jadi gak jelas. Maaf ya kalau updatenya cuma dikit terus laamaa 😆
😢😢😢😢😢😢😢😢😢 #MariBergalauRiaBersamaKen ✊