Jiwa Calvin selamat dari mabuk.
Fabio menepikan mobilnya ke sebuah tempat makan, bilangnya sih Luna belum sempat makam siang. Jadi, Fabio sekalian ingin mentraktir Calvin makan.
Jangan tanya gimana nasib vespa birunya.
Atas permintaan Fabio vespa birunya itu sudah diangkut ke dalam mobil. Untungnya mobil Fabio besar dan lega jadi vespa miliknya bisa muat.
Saat sedang makan Luna merengek ingin ke toilet dan saat itu juga Calvin jadi waswas. Pasalnya Luna melihat ke arahnya terus.
Plis jangan liat ke gue, Luna plis jangan liat ke gue.
Calvin sibuk makan pura-pura tidak merasa diperhatikan Luna.
Dari samping Calvin bisa lihat Luna bangkit dari kursi dan duduk disampingnya seperti di warung ketoprak dulu.
Tubuhnya panas dingin dan batinnya menjerit seraya menebak-nebak apa yang akan dilakukan kucrit Luna kali ini.
“Ekhem.” Calvin berdeham, berharap Fabio sadar dengan kelakuan anaknya.
“Mau sama Daddy.”
“Papa makan aja biar Luna sama Daddy ke toilet.”
“Mampus.“
Kenapa sih Lunaaaaaa?
Calvin sadar betul ia tidak pernah memakai pelet atau susuk di dalam tubuhnya tapi kenapa Luna selalu memilihnya terus?
“Gak boleh. Calvin lagi makan, Luna sama Papa aja, yuk? Sini.”
Luna menggeleng, “mau sama Daddy.”
Calvin dan Luna sempat beradu pandang sebentar, “tuh, iya kan Daddy? Papa makan aja.”
Plis?
Dirinya hanya tidak sengaja saling melihat sudah dianggap setuju.
“Ekhem.”
“Ayo, Daddy Bong-Bong.” Tangannya mulai ditarik Luna.
Tangan Calvin gatal ingin menjambak dua kunciran rambutnya.
Mau menolak pun percuma. Calvin tidak enak karena sudah dibantu dan ditraktir makan oleh lelaki imut yang ada di depannya.
“Eh? Luna sama Papa aja. Jangan ganggu, ya?”
“Lunaa..”
“Mau sama Daddyyyyy. Aduh, cepetan Daddy Luna udah kebelet.”
Tubuhnya terseret tarikan Luna.
Calvin diam-diam menoleh ke arah Fabio, meminta untuk diselamatkan.
“Ok, good luck!” Ucap Fabio salah mengira ekspresi Calvin, ia malah mengacungkan jempolnya semberi tersenyum manis.
“Daddy tunggu di sini.” Bocah itu masuk dan segera pintu toilet.
“Ya, emang tunggu di luar, kan?”
“Lagian siapa yang mau masuk????!!”
2 menit,
4 menit,
10 menit,
“Anjing, ini dia pipis apa pingsan?” Calvin menguping di balik pintu toilet dan ia merasa tidak mendengar suara apapun.
“Gawat. Gawat ini si kucrit pingsan.”
Calvin mengintip Fabio yang sedang terlibat percakapan di telepon. Ia rusuh sendiri karena pintu toiletnya terkunci.
“Woy!”
“Kalau lama gue tinggal.”
“Masih hidup?”
Tidak ada jawaban.
“Luna?!” Ia menggedor pintu toilet.
“Udah belum, sih?”
“Beneran gue tinggal. Bye.”
DUGH!
“Luna lagi pake lip balm. Daddy bisa diem gak?”
Anj?
10 menit cuma lagi pake lip balm??
Calvin bersidekap. Memandang malas pintu toilet bercat putih yang memuakkan.
5 menit ia menunggu Luna menyelesaikan urusannya.
“Udah.” Ucap Luna dari dalam toilet
“Hah?”
“Udahhhh!”
“Yaudah tinggal buka pintu terus keluar, beres.”
“Ih!”
“Apa sih? Gak tau lagi cara buka kunci pintu?!” Emosinya mulai naik jika sudah berdebat dengan Luna.
“Tau. Ini udah Luna buka kuncinya.”
“Yaudah keluar, astaga.” Calvin menghela nafas kasar.
“Gak bisa!”
“Hah? Apanya sih yang gak bi—” ia mulai paham apa yang sedang Luna bicarakan, “enggak-enggak. Gue panggil orang tua lo aja. Tunggu disitu!”
“Maunya Daddy Bong-Bong!!!”
“Emang kenapa sih sama gue? Demi Tuhan, gak bisa cebok sendiri?”
“Enggak..” cicit Luna lucu.
Calvin mencak-mencak tidak jelas. Jika begini jadinya ia menyesal menerima bantuan dari Fabio tadi.
Masih enjoy, kan? Wkwk
Mungkin ada dari kalian yang gregettt kenapa interaksi Calvin x Fabio dikittt? Kenapa kisah cintanyaa lamaa banget???
Gini gini..
Aku sengaja. Iya sengaja 😭 karena aku rasa cerita yang karakternya cepet banget ngegebet atau sadar kalau dirinya punya perasaan tuh udah banyaaakk. So, aku mau coba beda dari yang lain (mungkin kalau gak labil) 😅
Pasti ada kok nanti bagiannya, tenang ajaa.
Makasih yang udah nungguin ❤️
Jangan lupa feedbacknya ( ˘ ³˘)♥