Uhavecrushoncy

“Eh? Kai.”

Kai mendapati seorang wanita yang sedang terduduk dipangkuan Chanyeol.

Dan.. apa-apaan dengan pakaiannya?

Memakai sweater oversize yang hampir menutupi seluruh lututnya karena biasanya wanita tersebut selalu memakai pakaian ketat.

“Hani kamu tunggu di sofa ya sayang. Milk teanya jangan lupa diminum.”

Pantas.

Tau gitu gue yang bikin biar bisa masukin racun kayak yang readers bilang.” Mulutnya komat-kamit tanpa suara.

“Hati-hati jalannya.”

Shit. Cuma jalan 5 langkah doang kudu dibilang hati-hati.

Emosinya meradang melihat perlakuan Chanyeol kepada Hani. Tidak ingatkah 3 hari yang lalu Chanyeol meracau tentang Baekhyun saat mabuk?

Omongan orang mabok jangan dipercaya.

Untungnya ia ingat perkataan Sehun kemarin.

Saat sedang sadar saja omongan Chanyeol tidak dapat dipercaya apalagi saat mabuk. Makin ngaco.

“Gimana, Kai?”

“Gue cek ada penurunan karena 4 hari waktu itu lo gak masuk kantor. Ada beberapa agenda yang terpaksa dibatalin.” Kai membuka lembaran berkas dan menunjukan setiap detailnya kepada Chanyeol.

“Baby aku mual.”

“Bangsat!.” Kai mengumpat pelan, belum ada 5 menit mereka berdiskusi tentang pekerjaan tapi sudah diganggu oleh drama yang Hani ciptakan.

“Mual banget, susunya bau.” Hani menutup mulutnya dan Chanyeol dengan sigap memapahnya menuju toilet.

Dulu sekali ia pernah melihat Baekhyun mual saat hamil tapi Chanyeol tidak pernah sebegitu perhatiannya, bahkan Chanyeol membiarkan Baekhyun menanganinya seorang diri. Perhatian Chanyeol hanya sebatas memberinya obat pereda mual lalu kembali sibuk bekerja.

Kai menjadi emosi lagi. Salahkan Hani yang membuatnya mengingat masa lalu Baekhyun dan Chanyeol sebelum bercerai.

Kemudian ia tersadar, Hani barusan mual dan Baekhyun pernah mengalami yang seperti itu.

Kai mengepalkan tangannya kuat-kuat, “jangan bilang lo ngehamilin si janda, Yeol.”

Tumor otak.

2 kata menakutkan yang sukses membuat kedua lutut Baekhyun lemas.

Tuhan, ini bohong!

Dev anak baik kan, Tuhan. Dia gak salah apa-apa.

Jadi itu alasannya. Penyakit sialan yang membuat Devlin selalu mengeluh pusing dan sering muntah.

Hatinya tak berhenti menepis kenyataan yang ada. Baekhyun menangis keras di hadapan dokter dan asistennya.

Tak peduli mau bagaimana reaksi mereka, ia hanya sedang tidak bisa menerima fakta tersebut.

Dokter Kim mengeratkan kedua tangannya, ia mengerti rasanya seperti apa. Pasti menyakitkan sekali, tapi apa boleh buat?

“Devlin masih ada di kondisi tingkat 2. Tumornya masih jinak dan pertumbuhannya lambat,” Dokter Kim menatap binar mata Baekhyun yang terselip sebuah harapan di sana.

Dengan berat hati ia harus mengatakan kelanjutan kalimatnya tadi, “tapi bisa menembus jaringan otak di sekitar tumor tersebut.”

Kertas hasil pemeriksaan ia remas dengan kuat dan cairan bening kembali terjatuh lebih banyak dari sebelumnya.

Baekhyun pulang. Ia ingin segera bertemu Devlin, memeluknya sangat lama, dan mengucapkan beribu maaf. Meski dirinya tahu ucapan maaf tidak akan mengubah apapun.

Gak masalah Tuhan bikin hidup Baekhyun susah, gak apa-apa. Asalkan jangan Devlin, Ya Tuhan.” Perkataan Baekhyun pada Tuhan sewaktu dulu ternyata mengkhianatinya.

“Maaf, Papa emang pembawa sial.”

“Dev gak ada bikin salah. Papa yang sering bikin salah, harusnya Papa aja yang kena.”

Kematian kedua orang tua,

Perceraiannya dengan Chanyeol,

Perlakuan Chanyeol terhadap dirinya dan Devlin,

Dan sekarang.. Devlin didiagnosis tumor otak.

Sepertinya semesta senang sekali melihat hidup Baekhyun hancur.

Kai merogoh setiap saku yang ada di pakaian Chanyeol.

“Lo gak bawa mobil, anjir?”

“CEO tapi mabok-mabokan.”

Akhirnya dengan susah payah ia sedikit menyeret tubuh Chanyeol yang besar dan berat ke dalam mobil.

“Kai.” Yang dipanggil tidak menyahut, Kai fokus menyetir ia malas meladeni.

“Aww anjing sakit bego.” Kai meringis kesakitan saat Chanyeol menjambak rambutnya.

“Makanya jawab kalau gue manggil.” Chanyeol nyengir dengan keadaan wajah yang memerah dan mata sayunya.

“Kemana aja lo?”

“Galau.”

Alasan macam apa?!?!?!

Kai membiarkan Chanyeol meracau tidak jelas selama perjalanan pulang. Tidak ada gunanya mengobrol dengan orang yang mabuk.

Password pintu rumah lo apa?”

“WOY! Jangan tepar dulu, passwordnya apa?” Bentakan Kai sukses mengagetkan Chanyeol yang awalnya berbaring di teras menjadi terduduk.

“17614”

Kai tersenyum miring, Chanyeol masih menggunakan tanggal pernikahannya dengan Baekhyun untuk password rumahnya.

Selesai membuka pintu Kai menoleh melihat Chanyeol yang sudah jatuh tertidur.

“Lo itu berat, sialan.” Kai kembali menyeret tubuh Chanyeol menuju tempat tidur.

“Gue balik. Jangan lupa besok ngantor.”

“Kai.”

Oh, belum tertidur pulas ternyata.

“Cowo yang sama Baekhyun itu siapa?”

Satu alisnya terangkat mendengar pertanyaan random Chanyeol.

“Baekhyun gak berniat buat nikah lagi, kan?”

“Devlin.. cuma gue Daddy nya. Cowo itu gak akan jadi Daddy nya Devlin apalagi suaminya Baekhyun.”

Park Brengsek Chanyeol, egonya terlalu tinggi bahkan saat kesadarannya di bawah pengaruh alkohol.

“Halo?”

Kamu kemana aja sih?

“Kemarin kan aku udah bilang kalau ada urusan.”

Sesibuk itu sampe bales chat dan gak angkat telepon?

“I—iya.”

Pasti Baekhyun! Dia bodoh-bodohin kamu supaya ngejauh dari aku, iya kan? Kamu brengsek. Aku lagi hamil—

“Stop bawa-bawa nama Baekhyun!” Chanyeol meninggikan suaranya.

“Kamu tau apa tentang aku dan Baekhyun? Berapa kali aku bilang kalau aku sama dia udah cerai, gak ada hubungan lagi!”

“Hidup aku gak setiap hari 24 jam melulu harus kamu. Aku punya kesibukan pribadi. Udah jelas kamu hamil anak aku jadi gak usah diulang-ulang lagi kalimat itu!”

“Jangan jadi egois, Hani.”

Terdengar suara isakan di seberang sana.

Hani pasti menangis akibat ulah Chanyeol yang membentaknya tadi.

Kamu enak bisa bebas pergi ke sana ke sini tanpa mikirin beban. Sedangkan aku? Aku gak bebas, aku harus sembunyiin kehamilan aku sekarang.

Kamu kapan nikahin aku sih, Yeol? Jadi aku gak perlu sembunyi-sembunyi lagi karena orang mikirnya kita udah nikah.

Kamu masih dibayang-bayangi masa lalu.

Hani memutus sambungan teleponnya.

Chanyeol menghela nafas, niatnya ingin meminta maaf tapi ia sudah emosi duluan mendengar perkataan Hani yang selalu menyinggung Baekhyun.

Baekhyun, Devlin, dan pria yang bersamanya kemarin..

Emosinya kembali meningkat, tangannya melempar sebuah gelas kaca yang ia pegang sampai pecah.

Baekhyun hanya mengabaikannya, itu bukan masalah besar, bukan?

Ia sendiri yakin jika perasaannya pada mantan suaminya itu sudah lama musnah, bahkan mungkin dari awal dia tidak pernah menaruh hati.

Ingatkan Chanyeol bahwa Baekhyun hanya bagian dari masa lalunya.

Chanyeol sampai.

Ia masih bisa melihat Baekhyun di sana. Baekhyun duduk dengan kondisi yang masih memeluk Devlin.

Jika dilihat tidak ada yang salah dengan Devlin, anaknya itu hanya jatuh tertidur tapi kenapa sorot mata Baekhyun begitu panik dan khawatir?

Ia buru-buru mencari tempat parkir, tidak peduli apakah dirinya memarkirkan mobilnya secara ilegal atau tidak.

Sungguh, Chanyeol sendiri tidak tahu apa yang membuatnya penasaran dan ikut khawatir sekarang.

Mungkin feeling?

Padahal minggu-minggu kemarin ia lebih memilih Hani yang jatuh kesakitan dan meninggalkan Baekhyun yang menangis karena Devlin sakit.

Kaki jenjangnya mengambil langkah lebar di kerumunan orang. Sesekali berdecak kesal karena pandangannya terhalang.

Ponselnya terus berdering, itu pasti Hani karena setelah mengantar Malka tadi ia langsung pergi begitu saja tanpa berbicara dulu kepadanya.

Untuk sekarang Chanyeol sedang tidak ingin mengangkatnya.

“Baekhyun ada apa?” Chanyeol menepuk pundak sempit Baekhyun dari belakang.

“Kak— Mas Chanyeol.” Yang ditepuk menoleh terkejut. Matanya memerah bengkak dipenuhi air mata.

“Kenapa sama Devlin?”

“Baekhyun!!” Baekhyun lantas beranjak dari duduknya mendekati seseorang yang baru saja datang.

“Kak Joo, Devlin.. aku gak tau hiks.”

Joo Hyuk melirik Chanyeol yang sedang menatapnya meminta penjelasan. Namun Baekhyun yang terus menangis membuatnya tidak tidak enak hati dan langsung mengambil alih tubuh Devlin darri pelukan Baekhyun.

“Kita ke dokter, ya. Tenang jangan nangis, Dev gak papa.”

Chanyeol mundur memberi Joo Hyuk ruang lalu diikuti Baekhyun yang masuk ke dalam mobil pria tersebut.

Baekhyun mengabaikannya.

Pesan yang ia kirim juga tidak dibalas.

Bahkan sekedar meliriknya saat akan pergi pun tidak.

“Daddy Yeol, ini apa?” Malka mengambil benda yang tak sengaja ia jatuhkan saat sedang membuka-buka dashboard mobil.

“Daddy Yeol sama siapa? Kok gak sama Mommy?”

Chanyeol kelabakan melihatnya.

Bagaimana bisa strip foto dirinya bersama Baekhyun saat honeymoon berada di situ?

Meski itu bukan foto vulgar hanya pose mereka yang saling bertatapan.

“Eh, itu Daddy Yeol sama temen.”

Malka kembali mengamati foto tersebut, “ih enggak. Ini Malka kan pernah ketemu di restoran. Ini siapa?” Tukasnya.

“Itu Baekhyun.”

“Siapa Baekhyun?”

“Kenapa gak sama Mom— Daddy Yeol!!” Malka berteriak terkejut saat Chanyeol mengerem mendadak.

Di seberang jalan Chanyeol melihat Baekhyun yang berjalan tergesa-gesa dengan ekspresi khawatir Bajunya kusut dan rambutnya berantakan.

Sepertinya Baekhyun sedang menunggu bus atau taksi mungkin?

Baekhyun juga membawa Devlin yang terlihat tertidur dipelukannya.

“Ada apa?”

“Devlin kenapa?”

Ingin sekali Chanyeol menghampiri tapi ia ingat sedang bersama Malka sekarang dan Hani menunggunya di rumah.

Jika ia menghampiri Baekhyun, Malka bisa mengamuk dan urusannya menjadi rumit kalau-kalau Malka menceritakannya pada Hani.

Ia menginjak pedal gas kuat-kuat, mempercepat laju mobilnya agar segera sampai rumah mengantarkan Malka lalu kembali untuk menghampiri Baekhyun.

“Daddy Yeol jangan ngebut, Malka takut.”

Chanyeol tak hiraukan. Harapannya kini hanya ingin segera sampai.

Semoga Baekhyun masih di sana nanti.

Setelah memposting satu tweet Chanyeol kembali meletakkan ponselnya.

“Daddy Yeol aku mau nambah meringue lagi.”

Pria itu meringis mendengarnya, bukan masalah dia tidak mau membelikan hanya saja Malka sudah membeli 2 cup kecil sebelumnya.

“Ini masih ada, abisin dulu. Besok-besok Daddy Yeol beliin lagi.”

Bibir Malka mengerucut, “Daddy Yeol gak asik.”

“Gak boleh gitu dong, Kakak. Sebentar lagi mau punya adek harus jadi contoh yang baik. Kebanyakan makan yang manis nanti batuk-batuk.” Chanyeol terkekeh melihat ekspresi Malka yang lucu.

“Pulang, yuk? Mommy pasti nungguin daritadi.”

Baekhyun kepayahan membujuk Devlin untuk makan, pasalnya sekarang sudah waktunya minum obat tapi sebelum itu Devlin harus makan.

“Dev, makan dulu, yuk?”

Devlin menggeleng lemah, berkali-kali Baekhyun menyuapkan sendok tapi Devlin terus menutup mulutnya dengan tangan.

“Kalau gini terus kapan sembuhnya, hm? Makan sedikiiit aja abis itu minum terus tidur, ya?”

Baekhyun sedikit memaksakan suapannya meski Devlin terus menolak, harus bagaimana lagi jika itu satu-satunya cara agar anaknya sembuh.

Sesudah memberi 8 suapan ia segera memberinya obat lalu bersiap untuk tidur malam.

Punggungnya Baekhyun usap-usap pelan sembari menyanyikan lagu pengantar tidur, “cepet sembuh anak Papa.”

Sedaritadi matanya terus menatap pas foto yang terpajang di nakas.

Itu foto mereka bertiga saat Devlin baru belajar berjalan. Masih terbayang diingatannya bagaimana suasana hangat yang menyenangkan melingkupi hidupnya.

Kedua tangan Chanyeol yang menuntun tangan kecil Devlin untuk melangkah dan ada Baekhyun di sampingnya tersenyum bahagia melihat suami serta anaknya.

“Anak Daddy kuat!”

“Daddy sayang sama kalian berdua, sayaaaanngg banget.”

“Da—dad dy.”

“Eh? Baek liat! Devlin nyebut daddy tadi. Ayo sebut sekali lagi sayang.”

“Dadd— dad dy.”

“Tuh kan! Gimana daddy gak makin sayang sama Devlin.”

Di tengah lamunannya Devlin membalikkan posisi tidurnya ke arah Baekhyun.

“Papa..”

Baekhyun menunduk, “iya sayang?”

Kedua tangan Devlin terangkat memegang wajah Baekhyun, “kenapa papa sedih? Dev udah nurut sama Papa tadi, Dev udah makan sama minum obat.”

“Siapa yang sedih? Papa gak sedih.”

“Papa jangan nangis nanti Dev ikutan nangis, hiks.” Devlin mencoba menghapus air mata Baekhyun yang tiba-tiba keluar beriringan dengan dirinya yang mulai menangis.

“Enggak, sayang. Papa gak nangis sssttt Dev juga jangan nangis.” Nyatanya semakin Baekhyun berbicara semakin deras air mata yang keluar.

Hatinya menjadi nyeri sebab kembali mengingat kenangannya dulu.

Saat Chanyeol masih bersama mereka di sini.

“Sejauh ini saya liat dari gejalanya cuma demam biasa dan penyebabnya muntahnya besar kemungkinan karena dia mual. Untuk obat-obatannya bisa diambil di kasir. Cepet sembuh Devlin.”

“Baik dok, terimakasih banyak.”

Devlin jatuh tertidur di bahunya, satu tangannya menahan kepala Devlin agar tidak terantuk ke samping dan ke belakang.

Baekhyun berjalan dengan hati-hati menuju haltes bus.

Dirinya sedikit kesusahan menggedong Devlin mengingat berat dan tubuhnya yang tidak lagi kecil meski usianya baru menginjak 4 tahun.

“Papa.. pusing.” Ucap Devlin lemah

Baekhyun mengecup puncak kepala Devlin seraya mengusap-ngusap punggung anaknya, “sabar ya sayang, bentar lagi Dev bisa tidur enak di kasur. Sekarang nunggu busnya dateng dulu.”

“Masih lama, Pa?”

“Sebentar lagi. Dev tidur aja biar gak kerasa pusingnya.”

Tangan kecilnya ia genggam.

Masih terlihat bengkak karena jarum infus tadi. Ia kecupi berulang kali berharap bengkaknya segera hilang.

“Kalau bisa minta sama Tuhan lebih baik Papa aja yang sakit.”

“Cepet sembuh anak Papa, jangan sakit lagi.”

Sejujurnya Baekhyun ingin sekali menangis dan mengadu tapi pada siapa? Teman-temannya? Tidak, dia tidak ingin membebankannya kepada orang lain.

Cuaca berubah mendung dan angin berhembus kencang. Baekhyun mengeratkan dekapannya, berusaha menjadi tameng yang kuat agar Devlin tidak kedinginan.

“Dev cuma punya Papa..”

“Kita berdua aja.”

Baekhyun gelisah.

Khawatir dan panik menjadi satu setelah menerima pesan seperti itu.

Perjalanan ke day care menjadi semakin lama karena sekarang Hani meminta Chanyeol untuk mencari toilet umum dulu sebab ingin buang air kecil.

“Aku anter, ya?” Tanya Chanyeol kepada Hani yang langsung dijawab dengan gelengan kepala.

“Gak usah, bentar doang kok. Kamu disini aja, by.”

Kini hanya ada mereka berdua di dalam mobil, mereka terdiam hanyut dipikirannya masing-masing.

“Kenapa, Baek?” Chanyeol penasaran karena sedaritadi wajah Baekhyun terlihat tidak baik.

“Aku turun di sini aja Mas, gak bisa nunggu lama.” Baekhyun membuka pintu mobil lalu segera berlari mencari bus atau taksi di pinggir jalan.

“Ada apa? Day care, kan? Pasti itu Devlin. Kenapa sama dia?” Itu Chanyeol yang ternyata menyusul Baekhyun.

Hatinya bergumul panas, benci mendengar pertanyaan sok peduli Chanyeol.

“Jawab, Baekhyun!” Suara Chanyeol mulai meninggi.

“Anak kamu sakit, Mas! Devlin demam sampe muntah di sana, aku harus buru-buru gak bisa nunggu lama.”

Chanyeol menatap Baekhyun yang berurai air mata.

“Tunggu sebentar, nanti saya anterin, Hani gak akan lama. Devlin juga anak saya.”

Ponsel Chanyeol berdering,

“Halo, sayang?”

Yeol, aku jatuh di toilet. Kaki aku kram.

Chanyeol menatap Baekhyun yang sedang sibuk mencari bus atau taksi di jalan.

Devlin demam sedangkan tunangannya kini terjatuh ditambah kandungannya yang masih muda.

Yeol!

“I-iya, aku ke sana. Tunggu.”

Baekhyun tersenyum getir melihat Chanyeol yang pergi tanpa sepatah kata pun.

Tunggu sebentar.

Devlin juga anak saya.

Omong kosong.